Selasa, 26 Januari 2010

RABIES

Rabies merupakan infeksi virus akut dan dapat mematikan pada system saraf pusat. Rabies merupakam salah satu penyakit yang paling mengerikan pada manusia. Disebabkan oleh virus zoonotik yang menginfeksi hewan peliharaan dan hewan liar. Ia ditularkan ke hewan lainnya dan kepada manusia melalui kontak tertutup dengan saliva dari hewan yang terinfeksi (misalnya melalui gigitan, luka garukan serta jilatan pada kulit yang rusak dan membrane mukosa).
Kebanyakan manusia yang terinfeksi rabies, ditularkan melalui gigitan anjing dan kucing yang terinfeksi, spesies karnivora ganas seperti serigala, rubah dan kelelawar. Lembu, kuda dan herbivore lainnya dapat terinfeksi rabies dan walaupun mereka dapat menularkan virus ke hewan dan manusia, namun ha ini jarang terjadi.
Rabies dapat ditemukan di Amerika Serikat kecuali Hawaii dan beberapa Negara lainnya di dunia termasuk Canada dan Mexico. Penyakit ini kadang tidak terdapat disuatu daerah yng luas selama beberapa tahun dan kemudian muncul secara tiba-tiba akibat penyebaran dari daerah lain.
Jumlah kematian di dunia yang disebabkan oleh rabies diperkirakan antara 40.000 dan dapat mencapai angka tertinggi sebanyak 70.000 orang pada Negara dengan populasi yang padat seperti pada Afrika dan Asia dimana rabies endemic. Sekitar 10 juta orang yang telah terpapar dengan hewan yang suspek rabies telah menerima pengobatan.

ETIOLOGI

Rabies meruoakan penyakit infeksi pada binatang yang disebabkan oleh virus RNA yang berukuran 180 x 75 nm. Virus rabies berbentuk peluru, tidak bersegmen dan terdiri dari lilitan tunggal RNA. Virus terbuat dari nucleocapsid atau inti ribonucleoprotein yang dibentuk seperti helix. Lipoprotein yang menyelubungi inti dan dibatasi oleh matrix protein, Glikoprotein terdapat pada permukaan dan merupakan molekul reseptor utama pada virus. PH yang rendah (< 6,0) menyebabkan perubahan pada glikoprotein yang kontak dengan zat hidropobik yang masuk ke dalam luka dan dapat terjadi kerusakan membrane dari virus.

PATOFOSIOLOGI

Setelah dapat memasuki tubuh manusia di tempat gigitan, maka virus akan bereplikasi di tempat tersebut. Masa inkubasi antara 1 sampai 2 bulan, kadangkala berlangsung selama 1 tahun. Setelah itu ia akan memasuki akson-akson saraf yang mempersarafi daerah tersebut. Kemudian virus menyebar secara sentripetal ke susunan saraf pusat elalui saraf perifer. Dengan mengikuti akson plasma secara sentripetal maka akhirnya virus itu akan sampai di gangglion intervertebralis (pada gigitan wajah, virus itu akan sampai di ganglion gasseri). Dalam ganglion, virus itu akan terus mengalami replikasi lanjutan. Kemudian infeksi itu dapat meluas ke sel-se; ganglion di sekitarnya. Lalu virus tersebut terus melalui medula spinalis dan akhirnya sampai di otak.
Virus mencapai otak dan kemudian menginfeksi banyak struktur otak bagian bawah yang kemudian menyebar. Infeksi paling jelas terlihat pada daerah bagian bawah otak antara lain : sistem limbik, hipocampus, batang otak dan cerebellum. Manifestasi klinik penyakit ini sesuai dengan daerah yang terlibat. Keterlibatan sistem limbik akan menyebabkan enyimpangan perilaku seksual dan kehilangan mekanisme kontrol perilaku. Pada anjing misalnya, dapat kita lihat bahwa anjing yang mulau-mula jinak, lantas jadi galak dan menggigit tanpa provokasi apapun. Sebaliknya keterlibatan tubuh serta perubahan pada pola pernapasan yang dapat menyebabkan kegagalan pernapasan.
Setelah terdapat banyak virus dalam otak, maka dengan melalui saraf-saraf, virus itu akan menuju ke perifer terutama ke sel-sel asinus pada kelenjar ludah dan kelenjar submaksilar yang menghasilkan eksresi ludah yang banyak mengandung virus. Virus juga dapat enyebar ke leher. Biopsi leher akan membantu dalam menegakkan diagnosis.

GAMBARAN KLINIK

Masa Prodormal
Pada masa ini virus memasuki susunan saraf pusat. Lamanya berkisar antara 2 – 10 hari. Pada masa ini tidak ada gejala dan tanda yang spesifik. Gejala dan tanda yang dapat ditemukan berupa malaise, anoreksia, sakit kepala, demam, faringitis, nausea, emesis, diare, cemas, agitasi,insomnia dan depresi. Paraestesi atau nyeri pada daerah inklusi merupakan tanda patognomonis untuk rabies dan terjadi pada 50% kasus selama fase ini.

Masa Neurologi akut
Masa ini berlangsung selama 2 – 7 hari. Dikenal dua macam rabies, yaitu :

Furious Rabies
Pada masa ini pasien memperlihatkan gejala dan tanda berupa agitas, hiperaktivitas, kelelahan, memukul, menggigit,kebingungan atau berhalusinasi. Setelah beberapa hari, ini menjadi episodik dan diselingi dengan sikap yang tenang, koperatif. Episode furious berlangsung kurang dari 5 menit. Hal ini dapat dibangkitkan dengan spontan. Pada masa ini, dapat terjadi kejang. Fase ini berakhir dapat dengan kegagalan kardiorespiratori atau berkembang ke paralisis.
Hidrofobia dan aerofobia, merupakan patognomonik pada rabies da terjadi pada 50% pasien. Minum atau tiupan udara pada wajah dapat menyebabkan spasme laringeal atau diafragmatik yang berat dan sensasi tercekik. Hal ini dapat berhubungan dengan respon yang kuat pada mekanisme iritasi jalan napas.
Ketidakstabilan dari sistem otonom diobservasi termasuk demam, takikardia, hipertansi, anisokor, midriasis, lakrimasi, saliva, respirasi dan hipertensi postural.
Tanda neurologik lainnya termasuk keterlibatan sarag kranialis antara lain dapat berupa diplopia, facial palcy dan neuritis optik.

Paralitik Rabies
Biasa dikenal dengan nama ”dumb rabies” atau ”apathetic rabies”.
Demam dan rigiditas dapat terjadi.
Paralisis simetrik dan dapat bersifat general atau ascending serta seringdidiagnosis sebagai “Guallian bare syndrom”
Sikap tenang tiba-tiba berubah menjadi delirium, stupor dan koma.

Koma

Mulai 10 hari estela onset, dapat bervariasi.Kegagalan pernapasan terjadi dalam seminggu. Hipovnetilasi dan asidosis metabolik predominan. Acute Respiratory Distress Syndrom dapat terjadi. Tekanan darah berubah-ubah, aritmia dan hipotermia. Dapat terjadi bradikardia dan kegagalan jantung.


DIAGNOSIS

Mendiagnosis rabies dapat berdasarkan bebrapa parameter, meliputi :
Epidemiologi
Histopatologi
Deteksi antigen
Isolasi virus
Serologi

Penemuan berdasarkan klinik dan epidemiologi membantu didalam mendiagnosis rabies, khususnya pada indvidu yang berdomisili pada endemik area rabies.
Pemeriksaan histopatologi jeringan otak dan menings yang ternfeksi rabies, dapat ditemukan adanya : infiltrasi mononuklear, perivaskuler cuffing oleh sel-sel limfosit dan polimorfonuklear, limfotic foci, nodul-nodul yang terdiri dari sel glial dan negri bodies yang terdapat dalam sitoplasma sel saraf hewan yang terinfeksi.
Pemeriksaan lain,dengan mendeteksi antgen pada jeringan binaang yang terinfeksi oleh virus rabies, denga menggunakan Direct Fluorescent Antibody Test (dFA).
Pada pemeriksaan isolasi virus dari air liur atau cairan serebrospinal memutuhkan masa inkubasi 5 – 8 hari, sehingga tidak terlalu diindikasikan, karena masa inkubasi yang lama.
Pemeriksaan serologik dalam mendiagnosa rabies dengan menggunakan serum dan cairan serebrospinal. Ditemukan antibodi pada cairan serebrospinl mengindikasikan adanya rabies pada statu individu.

TERAPI

Berusaha mencegah timbulnya gejala-gejala rabies dengan cara menumbulkan antibodi terhadap rhabdositas tersebut dengan memanfaatkan masa inkubasi yang cukup panjang (kira-kira 6 minggu).
Anjing yang telah menggigit penderita hendaknya diserehkan lepada instansi yang terkait untuk diobservasi selama 10 hari. Bila anjing itu telah mati, maka kepalanya dipotong dan dikirim dalam es ke laboratorium untuk pemeriksaan (negri bodies atau FA/Fluorescent Antibodies).
Luka digitan hendaklah dibersihkan dengan sabun selama 5 – 10 menit, diberikan alcohol dan iodium.
Bila ternyata anjing tersebut pada hari kelima memperihatkan tanda-tanda rabies atau dalam otak anjing itu ditemukan negri bodies, maka dilakukan :

Imunisasi pasif :

~ Anti rabies serum (40 IU/KgBB)
~ Human Anti-Rabies IgG (HAIG sebanyak 2 IU/KgBB saharí)

Imunisasi Aktif :

~ Duck Embryo Vaccín (DEV 2 cc selama 14 hari, dengan 2 cc booster pada hari ke 24
dan 34)
~ Human Diploid Cell Vaccín (HDCV)

PROGNOSIS

Prognosis baik, bila dilakukan profilaksis post exposure diberikan pada saat yang tepat. Bila pengobatan tidsk dimulai sebelum masa prodormal, maka terdapat kerusakan susunan saraf pusat yang bermanifestasi takikardi, aritmia, dan hipotensi yang mengarah ke kematian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar